OM SWASTYASTU

PRATI SENTANA SANAK SAPTA RSI PASEK GELGEL
YEH SONG-GESING

A NAMO BHADRAH KRATAVO YANTU VISVATO ADABDHASO APARISATA UDBHIDAH, DEVA NO YATHA SADAMID VRDHE ASAN APRAYUVO RAKSITARO DIVE, DIVE



Kamis, 28 Mei 2015

Sungguh sayang pesona dan daya tarik Desa Gesing yang sudah terkenal seantero jagat "THE GIANT TREE" kini telah hancur karena usia. Kejayaannya sejak beratus-ratus silam mulai memudar. 


Buleleng Round Up
Edisi, Rabu 09 Oktober 2013,


Gesing, musibah tumbangnya pohon bunut raksasa yang menjadi kebanggan warga Desa Gesing di Kecamatan Banjar  terjadi selasa (8/10/2013) sekitar pukul 16.20 wita, bahkan, pohon yang diperkirakan berumur 900 tahun itu menimpa tiga areal pura yang mengakibatkan 13 pelinggih rata dengan tanah. Diantaranya, Pura Subak, Pura Pecalang Agung dan Pura Perjuangan yang hampir keseluruhan pelinggih hancur total, termasuk penyengker dan apit surang Pura Subak yang baru dibangun. Namun, satu pelinggih masih utuh, yaitu pelinggih Ida Bhatara Sangkara.
Selain tiga areal Pura, pohon besar yang hampir menutupi lahan hampir 25 are juga menimpa lahan perkebunan cengkeh termasuk rumah warga, seperti rumah milik Nyoman Suwika, bahkan  satu  sepeda motor rusak tertimpa cabang pohon.
Perbekel Gesing Nyoman Sanjaya didampingi Kelian Desa Pakraman Gesing Jero Gede Bagiastra mengatakan warga Desa Gesing memang sedih dengan tumbangnya pohon yang menjadi kebanggaan desa tersebut. Berdasar penelitian yang dilakukan warga Belanda, pohon dengan diameter batang bawah sekitar satu are itu berumur sekitar 900 tahun. Di dalam pohon itu bahkan sudah terdapat rongga yang biasa dimasuki oleh wisatawan, demikian juga,  pohon itu juga memiliki sejarah perjuangan revolusi fisik sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan RI.
"Pada saat perjuangan, para pemuda pejuang biasa melakukan gerilya di dalam pohon. Anehnya, pasukan Belanda atau pasukan NICA yang lewat di sekitar pohon tak bisa menemukan pemuda itu. Sehingga pohon itu adalah pelindung masyarakat Gesing. Pohon itu biasa disebut sebagaiu tedung jagat,” papar Sanjaya.
Untuk menyikapi tumbangnya pohon tersebut, Perbekel Sanjaya dan Jero Bagiastra berencana menggelar paruman adat, Kamis (10/10/2013), pertemuan dilakukan untuk membicarakan mengenai pembersihan pohon dan upacara yang harus dilakukan. Sementara, sebelum pohon itu tumbang, warga mendengar beberapa kali ledakan yang berasal dari arah pohon. Ledakan itu diduga berasal dari serat-serat kayu yang patah secara perlahan. (tha)